Selamat Membaca ^_^

MUTIARA DARI SAHABAT part III

      *faizazein

       Assalamualaikum.,..Mas Ari, maaf adik datang tiba-tiba”, suara Jany membuyarkan lamunan Ari. “Walaikum salam..”, jawab Ari. “Ini untuk mas.. jangan tanya apapun ya mas”, Jany langsung pamit pulang. “Assalamu alaikum” Ucap Jany terburu-buru dan segera beranjak dari hadapan sang pangerannya itu. Wajah jany merah padam karena tegang dan langsung pulang.

Sesuai dengan apa yang telah Jany prediksi, Ari tak banyak bicara meskipun batinnya penuh tanya, kapasitas rasa malunya melebihi lelaki pada umumnya. Ari pernah mengaku bahwa dirinya paling takut dengan wanita, tapi setelah mengenal Jany yang sederhana dan berbeda dengan wanita seusianya, Ari mencoba membuka hatinya, cinta mereka adalah cinta pertama.
***
Digg it StumbleUpon del.icio.us

MUTIARA DARI SAHABAT part II

“Siapa?”,
hanya sepatah pertanyaan itu yang mampu di ucapkan Jany.
“aku sangat mengenalmu, aku ingin menjadi sesuatu yang bisa merubah kebisuanmu. Aku ingin menjadi sebab mata mu melihat keindahan dunia dan terbangun dari kesedihan panjang, bahwa hidup bukan hanya untuk bersedih, kenapa selalu mendung dan mengapa selalu gelap yang terpandang, padahal cahaya itu dekat. Pintu-pintu kebahagiaan tersedia untukmu”, makhluk aneh itu berdalih.
Digg it StumbleUpon del.icio.us

MUTIARA DARI SAHABAT part I


       Jany dan Sintia bersahabat cukup lama, meski Sintia 100 tahun lebih dahulu menempati bumi sebelum ruh Jany ditiup oleh Sang Khaliq, tapi mereka sangat memahami perbedaan adalah sebuah keserasian dan itulah sunnatulloh. Jadi tak heran jika persahabatan mereka tidak mudah pupus ditelan masa
Digg it StumbleUpon del.icio.us

Bahagiaku Bersemayam di atas Ridho Mertua



Hari ini kurasa sama seperti hari kemarin, hanya saja langit di sore ini tampak unik, goresan kuning tipis berpadu dengan biru gelap, warna yang ku kira tak padu malah terlihat serasi dan indah. Lima menit menunggu tandon air yang kosong, ku gunakan untuk melemaskan otot-otot tegang setelah berkelut dengan tumpukan pekerjaan rumah. Memang pekerjaanku sangat padat, lebih padat dari suamiku yang bekerja di kantor desa. Membantu suami wajib bagiku selagi aku mampu, yah.. tak lain alasannya demi anak-anakku. Ku toleh penunjuk waktu, takut kesorean, karena aku masih belum bersih diri dan sujud. Setelah tandon air penuh aku mandi lalu sholat, dalam sujud aku mengutamakan doa untuk keselamatan anak-anakku yang sedang mengais ilmu di kota seberang, disusul doa untuk keselamatan belahan jiwaku hingga tak jarang aku melupakan doa untuk diriku sendiri, aku baru sadar itu.
Digg it StumbleUpon del.icio.us
 
Copyright 2011 Aku, kau, dan kalian
Aroby Art : by faiq aroby. Supported by Bloggermint