Selamat Membaca ^_^

MUTIARA DARI SAHABAT part III

      *faizazein

       Assalamualaikum.,..Mas Ari, maaf adik datang tiba-tiba”, suara Jany membuyarkan lamunan Ari. “Walaikum salam..”, jawab Ari. “Ini untuk mas.. jangan tanya apapun ya mas”, Jany langsung pamit pulang. “Assalamu alaikum” Ucap Jany terburu-buru dan segera beranjak dari hadapan sang pangerannya itu. Wajah jany merah padam karena tegang dan langsung pulang.

Sesuai dengan apa yang telah Jany prediksi, Ari tak banyak bicara meskipun batinnya penuh tanya, kapasitas rasa malunya melebihi lelaki pada umumnya. Ari pernah mengaku bahwa dirinya paling takut dengan wanita, tapi setelah mengenal Jany yang sederhana dan berbeda dengan wanita seusianya, Ari mencoba membuka hatinya, cinta mereka adalah cinta pertama.
***

“Nduk,.. sudah siap semua?”, tanya ayah.

“Iya sebentar yah”, Jany masih sibuk melingkari kalender bawaannya. Sesuai dengan rencana, Jany berangkat ke pesantren dan mulai masuk satu minggu sebelum bulan suci Ramadhan. Jany canggung, hatinya berdegup kencang bercampur sedih, karena Sintia tidak mau menemani Jany selama di pesantren. Tapi Jany bisa mengikhlaskan karena Sintia seperti itu untuk bermaksud baik, Sintia bukannya tak mendukung, melainkan ingin sahabatnya itu konsentrasi dalam menuntut ilmu di sana.

“Siap yah..”, ucap Jany.

Merekapun segera bergegas meninggalkan rumah.

Selama perjalan hati Jany dihinggapi rasa cemas, tak bisa di pungkiri dia masih sangat memikirkan Ari. Bekas kenangan-kenangan bersamanya tertoreh dalam di hatinya, begitu juga dengan rumah kediamannya nan mungil, di sanalah tempat Jany bernaung dan tumbuh hingga dewasa. Jany ingin menangis, tapi dia berusaha menahan karena di sampingnya ada ayah yang sangat mengharap kesediaan Jany untuk nyantri di pesantren. Jany ingin mengabulkan permintaan ayah.

Bus berhenti tepat di depan pesantren yang megah, nama pondok pesantren Mambaus Sholihin terpampang besar di gerbang masuk. Para pengurus pondok menyambut Jany dan menerimanya dengan ramah, suara alunan ayat-ayat suci al-Qur’an membuat Jany seakan terbang, bait-bait yang dilantunkan terdengar sangat halus menyentuh ruas-ruas hatinya. “Ayah.. Jany pasti betah tinggal di pesantren ini, Jany pasti senang menjalani bulan suci Ramadhan di sini”, ucap Jany meyakinkan ayahnya. “Kalu begitu ayah langsung pulang saja ya nak”, ucap ayah Jany pamit. Jany mengangguk mantap dan mengecup tangan ayahnya tanda perpisahan.

***
Marhaban ya syahro Romadhon.. marhaban syahrol ibadah.. marhaban syahros sa’adah.. marhaban ya khoiro syahrillah. Alunan syair sayup-sayup indah dilantunkan para santri sebelum jamaah sholat ashar, Jany meneteskan air mata. Hatinya sangat tersentuh dengan gema suara santri yang serentak beralun-alun sangat indah, tak henti-hentinya Jany bersyukur diberikan karunia hingga dapat bertemu dengan bulan suci di tahun ini.

Jany memang haus ilmu, di pondok pesantren Jany banyak mengaji kitab kuning. Sejak awal pondok pesantren ini memiliki kultur khas yang lahir dari budaya Nusantara, cara pengajarannya pun unik. Kyai Masbuhin Faqih yang menjadi pendiri maupun pemilik pesantren membacakan manuskrip-manuskrip berbahasa Arab itu, sementara para santri memberikan catatan dalam kitabnya (ngesahi). Jany mempunyai jadwal ngaji kitab kuning yang harus diikuti, dari setelah subuh mengaji kitab Jawahirul Kalamiyah, setelah dhuha kitab Ushfuriyah, sebelum dzhuhur kitab Akhlaqul Banat dan menjelang isyak kitab Jawahirul Bukhori. Jany tidak canggung dengan kegiatan pondok pesantren yang sangat padat. Hari demi hari telah dilalui, Jany dapat menyatu dengan para santri lainnya, keluarga besar dalam satu atap pesantren. Sedih, senang dilalui bersama dalam penjara suci, tanpa mengetahui hiruk pikuk kemegahan dunia luar. 

Di hari-hari akhir bulan yang mulia ini Jany merasa sangat rindu dengan keluarganya, Jany hanya memejamkan mata sebentar, dia tak pernah melewatkan sepertiga akhir di malam-malanya, dia berdoa ingin bertemu dan berkumpul di surga bersama keluarganya. Dia tak mau kecolongan, dia bertekat harus memperoleh malam lailatul qodar. Malam mulia yang tiada bandingannya, malam yang terpilih sebagai malam turunnya Al-Qur’an, malam yang ketika itu banyak malaikat yang turun ke bumi, malam yang lebih baik dari seribu bulan, malam yang seluruh doa diijabahi.

***

“li ukhtina karimah Jany,. Sayidah Jany Nurul Azkiyah, arju an tahduro ila idaroh li ijabatil haatif”suara pengurus isti’lamah mengudara di pengeras suara pesantren. Jany berlari cepat. Tak diduga dia mendapatkan telpon, dia sudah lama ingin berbicara pada ayahnya, dia ingin bercerita bahwa dia sangat senang berada di pesantren. “Ukhty ana Jany”, Jany segera masuk kantor, “Naam hatif laki” pengurus memberikan gagang telpon pada Jany. “assalamualaikum… Jany.. ini pak Dhe nduk, kamu segera pulang, ayahmu meninggal. Ayahmu mendapat musibah, beliau kebakaran saat terlelap dalam tidurnya”, halilintar menyeruak diruang hatinya, keras dan mendebar-debar. Tangannya memegang dada yang serasa bengkak dihunus pedang. Robek sakiiit,.. sakiit sekali.

“Ayah,,, aku sayang ayah,.. aku cinta ayah…. Mengapa kau begitu cepat meninggalkan Jany yah.. Ya Allah… Ya Maulay semoga Beliau syahid,.. “, air mata Jany sangat deras. Kesedihan Jany melebihi apapun yang pernah ia rasakan, rumahnya telah menjadi puing-puing, ayah telah pergi jauh, Jany menatap wajah ayah yang tak utuh lagi, Jany mencium wajah ayah. Ayah tercinta benar-benar pergi. “Ayah… doaku mengiringimu yah… hiks..hiks” keranda ayah diangkat para warga, laa ilaaha illallah..laa ilaaha illallah, laa ilaaha illallah..laa ilaaha illallah, laa ilaaha illallah..laa ilaaha illallah, laa ilaaha illallah..laa ilaaha illallah Jany mengeringi ayahnya dengan mengucap tahlil.

***
Bulan suci ini tetap menjadi hal yang paling istimewa bagi Jany meski dia mengalami hal terburuk sekalipun. Dan kini Jany benar-benar sendiri, dia ingin kembali ke pondok namun dia tidak mempunyai biaya untuk kelangsungan hidupnya di sana. Rumah Pak Dhe Ridwan memang sangat terbuka untuknya namun keadaan ekonomi Pak Dhe yang sangat kekurangan membuat Jany tidak tega tinggal di sana, dia merasa menambah beban orang lain.

“shuuuut…shuuut…”, Jany menoleh,

tak ada siapa-sipa.

“Hai..”

Sintia muncul tiba-tiba. “Ada surat dari Ary”. Diberikan surat itu pada Jany, dia cepat-cepat membukanya.

Assalamualaikum warochmatulloh

Di sini akan ku wakilkan sgala perasaanku,tentang apa yang tlah terjadi padaku dan hatiku.Tak bisa ku pungkiri ketika aku paksa untuk menepis noda noda nafsu anehnya smakin aku meratap embun-embun cinta itu semakin deras membanjiri hatiku.

Meski berulang kali aku merasakannya tapi kali ini aku ingin belajar lebih bijaksana dan dewasa, tekad dan niatku ku bangun untuk tidak pacaran dg siapapun,demi mencari ridhoNya dan orang tua. Tapi disatu sisi akupun hawatir jikalau suatu hari aku tak mampu mengendalikan gelora hatiku, yang tak urung membuatku meratap dan terisak.

Karena semua itu, aku akan lama akan menghitbahmu, aku akan datang menemuimu dan segera menikahimu..

Dan inilah saatnya, semoga permohonan tulusku ini kau terima

Ku tunggu balasan dari mu,,

Wassalamualaikum

Ahmad ghifari

“Allahuakbar,… !!!”

“Sintia, ternyata Ari masih sangat mencintaiku, aku tidak menyangka. Dia mau menikahiku meski begini keadaanku”, ucap Jany. “Kamu menerimanya?”,

Jany mengangguk mantap.

***

Matahari menyapa. Awan menari-nari dengan riangnya. Kecantikan sang surya tertandingi oleh pancaran pesona Jany. Dia duduk di pelaminan, bersanding dengan Ari kekasih hatinya. Banyak hal yang tak terduga dialami oleh Jany, semuanya menjadi pelajaran untuk menuju kedewasaan, karena tujuan Jany adalah hidup sukses di mata Tuhan. Bukan hidup mencari materi ataupun tahta. Hari ini Jany cukup bahagia, meski tanpa ayah, ibu,dan adiknya, Jany sudah ikhlas, malah ia merasa iri. Mereka pasti sudah berkumpul di surga.

“Sintia terimakasih, begitu banyak mutiara yang ku peroleh darimu, kau memang sahabat terbaikku”, Jany melambaikan tangannya, Jany dan Sintia berpisah untuk selamanya. Sintia berharap Jany bahagia bersama keluarga barunya. Sintia terbang jauh dan melambaikan tangannya.

***
selesai

Digg it StumbleUpon del.icio.us

0 komentar:

Post a Comment

 
Copyright 2011 Aku, kau, dan kalian
Aroby Art : by faiq aroby. Supported by Bloggermint